Saturday, July 9, 2011

Mereka yang Hilang : Herman Hendrawan & Petrus Bima Anugrah

Perjuangan aksi aksi mahasiswa tahun 1998 dalam menggulingkan Soeharto menorehkan sejarah panjang bagi Indonesia. Mahasiswa yang menjadi salah satu aktor utama dalam peristiwa tersebut banyak meninggalkan cerita yang masih dikenang hingga kini. Dulu Indonesia punya sosok Soe Hok Gie yang dikenal lewat tulisan tulisannya yang begitu tajam dan berani mengkritik pemerintahan era orde lama.

Berbeda jaman dengan Soe Hok Gie, di era orde baru muncul pula aktivis mahasiswa yang dengan berani meneriakkan bobroknya pemerintahan masa Soeharto kala itu. Bahkan nasibnya lebih memprihatinkan dari Gie, mereka diculik dan tak ada kejelasan hingga kini. Diantara 18 orang yang tercatat menjadi korban penculikan aparat aparat orde baru, dua diantaranya adalah mahasiswa Fisip Unair.
Persembahan:  Sebuah Monumen Perjuangan Untuk Mengenang Herman dan Bima
Mereka adalah Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugrah. Herman Hendrawan adalah salah seorang aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang merupakan mahasiswa Fisip jurusan Ilmu Politik, sedangkan Petrus Bima merupakan mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi angkatan tahun 1990.

Menyebut nama Herman atau Petrus memang bisa dipastikan tak asing lagi bagi warga Fisip Unair. Mereka bagaikan sebuah nama yang melegenda dan seakan menjadi icon aksi mahasiswa di era reformasi.Tak sulit mendapatkan cerita yang berkaitan dengan Herman dan Bima di sekitar Fisip Unair. Maklum, masih segar diingatan para orang orang terdekat mereka peristiwa 1998 itu. Masih banyak warga Fisip yang ‘menangi’ jaman Herman dan Bima baik dosen, pegawai hingga Dekan. Siang (08/07) kemarin saya menyempatkan diri untuk napak tilas kehidupan Herman dan Bima di Fisip.

Orang pertama yang saya temui adalah Pak Agung. Pak Agung adalah seorang pegawai Sarana Prasarana yang telah berada di Fisip selama kurang lebih 20 tahun. Beliau memiliki seabrek cerita mahasiswa mulai tahun 80an hingga saat ini. Ketika ditanya mengenai kegiatan mahasiswa Unair pas jaman reformasi beliau dengan spontan merujuk pada dua nama yaitu Herman dan Bima. 
Herman Hendrawan
Petrus Bima Anugrah
“Pas jaman Reformasi dulu Unair itu jadi pusat pergerakan mahasiswa mbak, “ ujar Pak Agung. Lewat penuturan Pak Agung, saya bisa merasakan atmosfer perjuangan yang dilakukan mahasiswa dalam upaya reformasi 1998. Ada sebuah partai bernama Partai Rakyat Demokratik yang diisi oleh beberapa mahasiswa Fisip. Partai ini dengan getol melawan rezim Soeharto dan aktif melakukan kegiatan semacam orasi/ceramah untuk membakar semangat para mahasiswa.

“Ceramahnya dulu itu ya dilakukan sama Bima Petrus sampek pak Daniel Sparingga, jadi di sini banyak panggung buat gerakan gerakan orasi kayak gitu mbak,” jelas Pak Agung. Sumbangan berupa air mineral dan makanan banyak berdatangan di Fisip kala itu. “Semua toko Dunkin Donnuts sak Surabaya tutup mbk hari itu (12 Mei 1998) dan semua donat nya di kirim ke Fisip ini buat anak anak, banyak banget sampek malem gak habis habis,” kenang Pak Agung sambil tertawa.

Dimata Pak Agung, Herman adalah sosok yang pintar dan tegas dalam berbicara. “iyo mbak, wong e iku lek ngomong tas tas tas,” bebernya. Dulu lantai 1 Fisip merupakan area cangkruan para mahasiswa yang kelar kuliah karena waktu itu galeri memang belum dibangun. Disanalah diskusi diskusi mahasiswa digelar.

Menurut Pak Agung, saat Herman sedang melakukan presentasi kuliah ada salah seseorang yang memperhatikan kemampuan Herman dalam berargumentasi. “diawasi terus kok pinter, trus di kasih buku tentang pergerakan pergerakan dan jadilah Herman yang hebat kayak gitu,”.

Bahkan Pak Agung punya pengalaman pribadi yang tak terlupakan dengan Herman. “Dulu kita (fisip- Red) punya stensil buat menggandakan kertas itu lho, trus seingat saya ada tiga kali si Herman itu minta tolong saya buat menggandakan kertasnya ya buat gerakan gerakan gitu, dia bilang pak aku minta tolong, tapi ini rahasia, tapi selama tiga kali dia minta gak pernah kejadian padahal saya sudah meng-iyakan, iya man gak pa pa sini, sampek heran saya, “ kenang Pak Agung. Namun Pak Agung tak begitu mengenal Bima Petrus, “Saya malah gak tau kalo Bima juga aktif, dia orangnya diem,”tutup nya.

Penelusuran saya tak berakhir disitu saja. Bagaimana dengan Dekan Fisip, Pak Basis? saya yakin beliau juga menyimpan lebih banyak lagi memori tentang Herman dan Bima. Benar saja, menurut Pak Basis mereka berdua adalah sosok motivator yang sangat berani dan kritis.


“Di unair ini dulu jadi pusatnya pergerakan mahasiswa pas reformasi mbak, bukan hanya mahasiswa saja tapi dosen sampek pegawai juga turut serta, tapi yang paling ekstrem ya itu, penculikan Herman dan Bima oleh rezim pak Harto,” kenang Pak Basis. Menurut Pak Basis, Herman dan Bima termasuk mahasiswa yang dekat dengan dosen dan teman teman mahasiswa. Namun, Bima memang terlihat lebih pendiam tapi pikirannya sangat kritis.

Diakhir kuliahnya yang tinggal skripsi tiba tiba Herman menghilang dan tak pernah kembali. Hingga akhirnya Herman dikabarkan diculik tanggal 12 Maret 1998 di Jakarta. Begitu pula dengan Bima yang hilang pada akhir maret 1998.

Menurut Pak Basis selain Herman dan Bima, ada banyak legenda yang ada di Fisip yang harus terus dijaga hingga saat ini. “Legendanya Fisip itu demokratis, kritis, ilmunya saling meyapa dan majemuk prulalitas itu yang harus dikembangkan.”

Lalu sejauh apa apresiasi mahasiswa terhadap sosok Herman dan Bima? Jika kita mau perhatikan sejenak ada sebuah monumen perjuangan demokrasi yang dipersembahkan untuk Herman dan Bima di halaman samping FIB (Fakultas Ilmu Budaya). Monumen ini berhiaskan selembar spanduk yang gambar wajah Herman dan Bima dalam ukuran besar. Saya pun masih penasaran dan crosscek langsung dengan Froky, Presiden BEM Fisip.
BEM Fisip: " Tiap bulan Maret kami mengenang  hilangnya Herman dan Bima dengan teaterikal dan diskusi, mahasiswa harus punya semangat seperti mereka "
“Untuk mengenang penculikan Herman dan Bima Petrus, BEM Fisip bekerjasama dengan organisasi ektra kampus dan FIB mendirikan monumen perjuangan demokrasi ini,” kata Froky. Setiap bulan Maret mereka menggelar acara teaterikal dan diskusi sekaligus mendorong pemerintah agar memberikan kejelasan mereka itu kemana.

“Menurut kami Herman dan Bima adalah sosok hebat yang disandingkan dengan Wiji Tukul, seniman yang meraih nobel perdamaian reformasi, sayang mereka berdua bernasib sama diculik,” lanjutnya.

Hingga saat ini sosok Herman dan Bima belum diketahui keberadaanya. Namun namanya terus melegenda ditelinga semua mahasiswa di Indonesia. Meski mereka masih belum kembali, tapi monumen ini menjadi sebuah penanda bagi generasi saat ini, bahwa pejuang reformasi pernah lahir dari sini. Di Fisip Unair. (din)

Link terkait :
Catatan Pinggir Goenawan Mohamad- Herman
Mencari Bima
Mereka yang di hilangkan

7 comments:

  1. great!! saya jadi terharu,

    ReplyDelete
  2. GREATTTT!!! Baca tulisanmu kayak baca wikipedia versi lebih jurnalis din. akeh link2e.. hehehe Apik..apikk

    ReplyDelete
  3. oke mas. suwun suwun.
    awalnya mau nulis tentang hantu hantu tapi nyali saya sudah ciut duluan.
    hehehhe...
    yang penting kita tidak hedon :)

    ReplyDelete
  4. Herman itu kawan kos saya di Jalan Karangmenjangan 80, dia juga pernah mampir ke rumah saya di Blitar. Jadi, kalau mau kisah keseharian Herman, datangi saja mantan ibu kosnya di Karangmenjangan....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sekarang Mba Oninya dah pindah daerah kertajaya Mas, dan yang tinggal sisitu kakaknya mba oni

      Delete
  5. Herman Hendrawan adalah sosok seorang teman yang cukup solider terhdapa teman2nya. Mengingat sewaktu masih sama2 di cost2an Karangmenjangan 80 tepatnya di rumahnya Mba Oni, kita selalu bercanda bersama teman2 lainx. Alfonzo, Yunus, Alwi, Harun

    ReplyDelete